Minggu, 19 Januari 2020

Keahlian Adaptif, Relevansinya Terhadap Kinerja Guru


 
Oleh: Nelson Sihaloho

Rasional

Banyak pakar ahli pendidikan mengakui dan tidak menampik bahwa bahwa di dalam sistem persekolahan, kurikulum,  sarana dan prasarana merupakan faktor-faktor penting yang tidak bisa kita abaikan dalam suatu proses pendidikan dan pembelajaran.  

Akan tetapi tanpa kehadiran guru yang bermutu, inovatif, berdedikasi tinggi dan berwibawa, semua hal yang disebutkan diatas tidak akan berarti banyak. Mengutip Bransford (Hammond & Bransford, 2005:49) menyatakan dalam melaksanakan tugasnya guru dapat mengembangkan keahlian rutin (routine experts) dan keahlian adaptif (adaptive experts). Perbedaan keduanya menurut Bransford,et el.adalah ”Routine experts develop a core competencies that they apply throughout their lives with greater and greater efficiency. Adaptive experts are much more likely to change their core competencies and continually axpand the breadth and depth of their expertise”. Apabila diterjemahkan yaitu “keahlian rutin merupakan keahlian guru dalam melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang, semakin ahli seorang guru dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin efisien, sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan perubahan serta memperluas dan memperdalam keahliannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik/pengajar.
Dalam menghadapi era globalisasi revolusi industry 4.0 serta perubahan kurikulum tentang peniadaan Ujian Nasional (UN) yang akan berakhir pada tahun 2020 diharapkan dengan adanya skema baru penilaian kelulusan peserta didik pada tahun 2021 guru diharapkan mampu mengembangkan keahlian adaptifnya.Keahlian adaptif diyakini memiliki relevansi terhadap peningkatan kinerja guru. 

Kata kunci: Adaptif, Kinerja dan Guru
Kinerja Inovatif
Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting antara lembaga pendidikan atau organisasi sekolah dengan organisasi lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sergiovanni (1987:134) yang menyatakan bahwa: ”Perhaps the most critical difference between the school and most other organization is the human intensity that characterize its work. School are human organization in the sense that their products are human and their processes require the sosializing of humans”. Apabila diterjemahkan artinya adalah  “pada hakikatnya kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di depan kelas, sesuai dengan kriteria tertentu. Kinerja seseorang Guru akan nampak  pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja dapat dilihat dalam aspek kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara/kualitas dalam melaksanakan kegiatan/tugas tersebut.

Kinerja Guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya di sekolah khususnya dalam proses pembelajaran dalam konteks sekarang ini memerlukan pengembangan dan perubahan ke arah yang lebih inovatif. Kinerja inovatif guru menjadi hal yang penting untuk keberhasilan implementasi inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di era revolusi industry 4.0. Kinerja inovatif seorang guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar yang efektif dan fungsional terhadap kehidupan seorang siswa jelas perlu terus dikembangkan. Kinerja inovatif (innovative performance) guru adalah kinerja yang dalam melaksanakannya disertai dengan penerapan hal-hal baru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, ciri kinerja atau tugas-tugas yang harus dikerjakan menggambarkan ciri/feature atau kegiatan kinerja yang harus dilaksanakan oleh guru. Inovatif merupakan sifat yang menggambarkan kualitas bagaimana guru melaksanakan tugas dengan inovatif atau dengan memanfaatkan serta mengaplikasikan hal-hal baru, baik berupa ide, metode, maupun produk baru dalam melaksanakan pekerjaan guna meningkatkan kualitas pendidikan atau pembelajaran. 

Perlunya kinerja inovatif guru menjadi semakin penting tidak hanya berkaitan dengan berbagai kebijakan pembaharuan pendidikan yang berasal dari atas (top-down), namun yang lebih penting adalah tumbuh dan berkembangnya kratifitas guru dan menerapkannya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran guna meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu tuntutan perubahan menjadikan peran guru dituntut kreatif inovatif, dimana dalam konteks globalisasi dewasa ini diperlukan output pendidikan yang kreatif-inovatif sebagai kemampuan utama yang penting dalam menghadapi persaingan yang makin ketat, dan untuk itu diperlukan suatu pembelajaran/pengajaran yang kreatif-inovatif. 

Mengutip Wayne Morris (2006) menyatakan bahwa “Creative teaching may be defined in two ways: firstly, teaching creatively and secondly, teaching for creativity. Teaching creatively might be described as teachers using imaginative approaches to make learning more interesting, engaging, exciting and effective. 
Teaching for creativity might best be described as using forms of teaching that are intended to develop students own creative thinking and behaviour. However it would be fair to say that teaching for creativity must involve creative teaching. Teachers cannot develop the creative abilities of their students if their own creative abilities are undiscovered or suppressed”.

Untuk menghasilkan output/lulusan yang kreatif diperlukan pengajaran yang kreatif. Oleh karena itu kinerja kreatif/inovatif guru dalam melaksanakan tugasnya jelas akan turut menentukan keberhasilan pelaksanaan setiap program pendidikan/pembelajaran, terlebih lagi dalam situasi perubahan yang sangat cepat, disamping kepemimpinan Kepala Sekolah juga motivasi dari guru sendiri dalam melaksanakan kewajibannya. Kepemimpinan Kepala Sekolah mutlak diperlukan  dalam memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala sekolah dapat mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat ditingkatkan dan pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana, serta terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat benar-benar terwujud sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran. 
Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan professional (professional development) merupakan pengembangan kemampuan profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan/kompetensi guru yang pada akhirnya akan berdampak pada makin meningkatnya kualitas pembelajaran. Menurut  Maggioli, (2004:5) professional development can be defined as a career-long process in whch educators fine-tune their teaching to meet student needs . Pengembangan profesinal guru dapat menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran makin meningkat karena kemampuan dan kompetensi guru akan terus berkembang.  King dan Newmann dalam Peter Cuttance (2001:125)  berpendapat bahwa dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran, pengembangan profesional  dapat memberikan kontribusinya   melalui ”improving the knowledge, skill and disposition of individual staff member organised, collective enterprise arising from a strong, school-wide professional community and focused, coherent and sustained staff and student learning”. Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh guru dalam pengembangan profesionalnya sebagai pendidik merupakan faktor yang amat penting, karena hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensi pendidik/guru, yang nantinya akan dapat memperbaiki secara terus menerus proses pembelajaran. 

Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan sikap profesional, melalui peningkatan kapasitas guru agar makin mampu mengembangkan profesinya dalam menjalankan tugasnya di sekolah. 

Guru professional era milenial harus memenuhi kompetensi inti (expertise), tanggung jawab sosial (responsibility), dan kesejawatan (esprit de corps). Guru dituntut untuk menguasai TIK bahkan menjadi bagian penting yang harus dilakukan sehingga tidak terjadi “jurang pemisah” antara guru dan siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Dikbud, pada tahun 2001, guru yang layak mengajar baru 38,5%, dan sisanya 61,5% belum layak. Siswa yang hidup di era milenial ini dalam sehari menghabiskan 6,5 jam untuk membaca media cetak, elektronik, digital, broadcast dan berita.

 Mereka mendengarkan dan merekam musik; melihat, membuat, dan mempublikasikan konten Internet serta tidak ketinggalan menggunakan smartphone. 
Pengaruh teknologi digital semakin menyatu dengan hidup manusia. Itulah esensi dari revoluasi industri 4.0 saat ini. Segala sesuatunya mulai melekat dengan penggunaan internet (internet of things).  Dunia yang mondial, mengglobal, sangat memungkinkan kompetisi bukan antarsesama tenaga kerja di dalam negeri, melainkan kompetisi antarnegara yang diyakini akan semakin teringginas dalam beberapa waktu ke depan. Indonesia sebagai negara yang ekonominya tengah berkembang membutuhkan pasokan sumber daya manusia  (SDM) yang banyak. Agar ekonomi suatu negara kuat, tentunya dibutuhkan keandalan dari para penduduknya. Karena itu, manjadi tugas Pemerintah mencetak generasi unggul di masa depan melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.  Sebuah era baru yang menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan sebagainya atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. Era 4.0 ini akan mampu mengubah konsep pekerjaan, struktur pekerjaan, dan kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan. 

Sebuah survei perusahaan perekrutan internasional, Robert Walters, bertajuk Salary Survey 2018 menyebutkan, fokus pada transformasi bisnis ke platform digital telah memicu permintaan profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang jauh berbeda dari sebelumnya. Berkaitan dengan hal tersebut pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal. Ke tiga hal itu yakni menyiapkan peserta didik untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada. Menyiapkan peserta didik untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul serta menyiapkan peserta didik untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. 

Keahlian Adapatif
Dalam era globlaisasi dan revolusi industry 4.0, Setidaknya terdapat lima kualifikasi dan kompetensi adaptif guru yang dibutuhkan. Ke lima kompetensi itu yakni  educational competence, adalah kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill. Competence for technological commercialization, yakni mempunyai kompetensi membawa siswa memiliki sikap entrepreneurship (kewirausahaan) dengan teknologi atas hasil karya inovasi siswa. Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan problem nasional. Competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga mempunyai kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s, dan lain sebagainya. Cconselor competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin kompleks dan berat. Tidak terkecuali dalam pembelajaran, perubahan bisa dengan melakukan reorientasi kurikulum untuk membangun kompetensi era revolusi industri 4.0 dan menyiapkan pembelajaran berbasis daring dalam bentuk hybrid atau blended learning. 

Negara-negara maju (advanced countries) yang telah memiliki SDM yang unggul akan semakin jauh meninggalkan negara negara berkembang (developing countries) dan negara-negara terbelakang (under developing countries). Mengutip sebuah artikel yang ditulis oleh Parag Kahnna di New York Times Magazine (2008) dengan jelas mengatakan bahwa dunia pada abad ke-21 akan dikuasai oleh “Big Three”, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Yang paling bertanggung jawab dalam menyiapkan SDM yang unggul adalah lembaga-lembaga pendidikan di mana guru sebagai unsur yang berperan paling dominan dan menentukan. Guru merupakan profesi tertua di dunia seumur dengan keberadaan manusia. Berkenaan dengan keahlian adaptif  guru dituntut untuk beradaptasi terhadap perubahan sosial dan teknologi di abad ke 21 terutama kecakapan yang meliputi akuntabilitas dan kemampuan beradaptasi, kecakapan berkomunikasi, kreatifitas dan keingintahuan intelektual serta berpikir kritis dan berpikir dalam system termasuk kecakapan melek informasi dan media. Kemudian kecakapan hubungan antar pribadi dan kerjasama, identifikasi masalah, penjabaran, dan solusi, pengarahan pribadi, tanggung jawab sosial. 
Mengutip International Society for Technology in Education karakteristik keterampilan guru abad 21 dimana era informasi menjadi ciri utamanya, membagi ket erampilan guru abad 21 kedalam lima kategori. Ke lima kategori itu adalah mampu memfasilitasi dan menginspirasi belajar dan kreatifitas siswa, merancang dan mengembangkan pengalaman belajar dan asessmen era digital, menjadi model cara belajar dan bekerja di era digital, mendorong dan menjadi model tanggung jawab dan masyarakat digital, berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan professional.  Dengan demikian keahlian adaptif guru memiliki relevansi terhadap kinerja guru. Contoh konkrit kecil adalah perubahan tentang sistem kenaikan pangkat guru dalam Kementerian PANRB Nomor 16 Tahun 2009 yang semakin ketat dan mengacu pada bukti-bukti kinerja yang otentik. Selanjutnya peniadaan UN Tahun 2021 diganti dengan bentuk skema lain hal ini harus dicermati oleh guru yang memerlukan langkah-langkah adaptif dalam implementasinya. Keahlian adaptif adalah ketrampilan yang diperlukan untuk mencermati perubahan-perubahan yang terjadi sesuai dengan tugas dan pokok fungsi guru baik masa kini maupun di masa mendatang. Guru harus mampu tampil sebagai agen pembaharuan beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat seiring dengan tuntutan dunia global. 

(dihimpun dari berbagai sumber: penulis adalah guru SMPN 11 Kota Jambi). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar